Oleh: Hb. Wafiroh
Sudah menjadi kewajaran bila seorang muslim mencintai Allah dan Rasul-Nya. Namun, sejauh mana kita bisa mencintai, tentu perlu bukti. Pun demikian saat kita mencintai, belum tentu mendapatkan cinta dari yang kita cintai. Tak jarang, cintanya diragukan oleh yang tercinta. Bahkan bisa juga bertepuk sebelah tangan.
Tulisan ini tidak membahas tentang cinta kepada sesama. Tetapi kita sebagai hamba tentu ingin tahu bagaimana supaya kita dicintai oleh Allah. Dalam hal cinta ini, kita perlu belajar kepada Nabi Ibrahim.
Nabi Ibrahim mendapatkan julukan Ibrahim Kholilullah (Ibrahim kesayangan Allah). Julukan ini terabadikan dalam Al Qur'an, diantaranya dalam QS. An Nisa' ayat 125.
وَاتَّخَذَ اللّهُ إِبْرَاهِيمَ خَلِيلاً
"Dan Allah mengambil Ibrahim sebagai kesayangan-Nya".
Suatu ketika, seorang sahabat pernah bertanya kepada Nabi Ibrahim. Bagaimana caranya Nabi Ibrahim dicintai Allah (Ibrahim kholilullah)?
Nabi Ibrahim menjawab:
1. Saya selalu mendahulukan perintah Allah daripada perintah siapapun.
2. Saya tidak pernah berpikir tentang kehidupan nanti atau esok, karena Allah yang mengatur hidup dan mati, termasuk saya bisa makan atau tidak.
3. Saya tidak pernah makan pagi, siang, dan malam kecuali bersama tamu.
Jawaban pertama menunjukkan cinta dan loyalitas yang tinggi hingga Nabi Ibrahim selalu menomorsatukan Allah SWT daripada apapun dan siapapun. Nabi Ibrahim selalu mengutamakan kepentingan Allah daripada kepentingan pribadi atau yang lain. Pernyataan ini bukanlah tanpa bukti jika kita mengingat bagaimana kisah Nabi Ibrahim hendak menyembelih Ismail yang juga diabadikan dalam Al Quran.
Point kedua menunjukkan bahwa Nabi Ibrahim tidak pernah khawatir terhadap apa yang sudah menjadi tanggungan Allah. Misalnya tentang rejeki, semua sudah menjadi urusan Allah. Adanya kepasrahan total kepada Allah menunjukkan kepercayaan penuh kepada Sang Pengatur Kehidupan. Ini menunjukkan sikap tawakkal yang tinggi seorang hamba.
Pernyataan ketiga menunjukkan bahwa Nabi Ibrahim gemar bersedekah. Rejeki yang diterimanya tidak pernah digunakan secara egois, tetapi dengan penuh syukur dan jiwa sosial yang tinggi.
Meski tidak mudah, semoga kita bisa belajar meneladani Nabi Ibrahim. Semoga kita bisa memiliki sikap beragama yang paling baik yaitu ikhlas beribadah semata-mata karena Allah, dan mengamalkan ajaran agama dengan istiqomah. Aamiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar